Kenalin gue Rama cowok terganteng di Indonesia itu kata nyokap gue.
Gue punya saudara kembar yang menjadi saingan kegantengan gue karena
mirip. Walau sebenernya lebih ganteng gue dikit. Walau kita kembar tapi
gue dan Romi, saudara kembar gue beda banget. Romi suka banget dengan
olahraga dan benci dengan akademik sementara gue suka banget akademik,
apalagi pelajaran menghitung dan olah raga… hm… hanya suka balap motor
tapi menurut gue itu bukan cabang olahraga. Romi selalu tidur tepat
waktu sementara gue tidur larut malam karena keasyikan belajar. Romi
selalu bangun pagi untuk sarapan kalau gue sering bangun telat dan
jarang sarapan.
Di lapangan basket Romi main basket sementara gue asyik pacaran sama
Lulu cewek gue yang sudah gue pacari dari SMP. Ini lagi perbedaan gue
dengan Romi, gue tipe cowok setia sementara Romi suka gonta ganti pacar.
Saat Lulu ke toilet Romi yang habis main basket duduk di sebelah Rama.
“Ram…” panggil Romi
“Hmm… apa?”
“besok kan ada kompetisi taekwondo dan gue terlanjur ikut kompetisi itu.”
“kan kemarin gue dah bilang jangan ikut kompetisi apapun dulu.”
“bantuin gue ya!!!”
“bantuin apaan dulu nih?”
“besok kamu nggak usah masuk aja biar ikut susulan bareng, ya… ya… please!”
“nggak mau ah.”
“ya… PLEASE!!!”
“Iya deh..”
“Ram…” panggil Romi
“Hmm… apa?”
“besok kan ada kompetisi taekwondo dan gue terlanjur ikut kompetisi itu.”
“kan kemarin gue dah bilang jangan ikut kompetisi apapun dulu.”
“bantuin gue ya!!!”
“bantuin apaan dulu nih?”
“besok kamu nggak usah masuk aja biar ikut susulan bareng, ya… ya… please!”
“nggak mau ah.”
“ya… PLEASE!!!”
“Iya deh..”
Keesokan harinya Romi pagi-pagi udah berangkat untuk kompetisi.
Sementara gue enggan untuk bangun dan suara nyokap gue sudah memecahkan
telinga meyuruhk gue untuk bangun. Nyokap gue masuk kamar gue.
“Ram… kamu sekolah apa nggak?” tanya Mama sambil membuka gorgen kamar gue.
“kelihatannya hari ini nggak masuk deh ma.” Jawab gue dengan nada lemas
“kenapa? Nggak biasanya kamu males ke sekolah.”
“perutku sakit banget Ma.”
“hm… nggak demam kok..” kata Mama sambil memegang kepala gue.
“Ram… kamu sekolah apa nggak?” tanya Mama sambil membuka gorgen kamar gue.
“kelihatannya hari ini nggak masuk deh ma.” Jawab gue dengan nada lemas
“kenapa? Nggak biasanya kamu males ke sekolah.”
“perutku sakit banget Ma.”
“hm… nggak demam kok..” kata Mama sambil memegang kepala gue.
Tiba-tiba gue pengen muntah, gue langsung menuju kamar mandi. Hampir
sejam gue di dalam kamar mandi hingga membuat Mama khawatir. Gue keluar
dengan jalan sempoyongan sampai akhirnya gue pingsan. Gue nggak inget
apa-apa lagi setelah itu.
—
Ternyata saat pertandingan Romi mengalami kecelakaan dan di bawa
rumah sakit. Tangan Romi patah. Papa mengurusi Romi yang harus dapat
perawatan. Sementara Mama menemani gue di rumah sakit. Setelah Romi
mendapat perawatan Romi dan Papa menuju rumah sakit tempat gue di rawat.
“Ma, katanya Rama sakit?” masuk kamar rawat gue dengan tangan yang di perban
“gue nggak apa-apa cuma… sakit maag doank. Kenapa?” kata gue
“weh… sakit maag. Makanya makan itu yang teratur kaya gue…”
“huuuu… tangan lo kenapa?”
“hehehehe…”
“dasar…!!! pasti kalah…?”
“Cuma dapat juara II.”
“Ma, katanya Rama sakit?” masuk kamar rawat gue dengan tangan yang di perban
“gue nggak apa-apa cuma… sakit maag doank. Kenapa?” kata gue
“weh… sakit maag. Makanya makan itu yang teratur kaya gue…”
“huuuu… tangan lo kenapa?”
“hehehehe…”
“dasar…!!! pasti kalah…?”
“Cuma dapat juara II.”
Selama seminggu gue nggak masuk sekolah. Akhirnya sekolah juga walau
awalnya dilarang karena dianggap masih sakit tapi karena hari ini UTS
jadi gue nekat masuk sekolah. Romi yang benci ulangan mencari alasan
agar dia nggak masuk dengan pura-pura sakit tapi ketahuan so dia gagal.
Saat ulangan gue nggak bisa konsentrasi karena kondisi gue yang belum
fit 100 persen. Gue nggak yakin bisa dapat nilai baik pada UTS ini.
Selama seminggu gue dan Romi menjalani UTS akhirnya setelah UTS berakhir
kondisi gue kembali drop tapi gue mencoba untuk menyembunyikan walau
akhirnya pada akhirnya ketahuan juga.
Romi hari ini nggak masuk karena harus chek up tangannya. Di sekolah
tubuh gue udah nggak mampu berdiri. Gue minta Lulu buat nganter gue ke
UKS. Guru-guru yang melihat kondisi gue tak tahan dan meminta gue buat
pulang.
“sebaiknya kamu pulang dan istirahat di rumah..” kata salah satu guru favorit gue
“di rumah nggak ada siapa-siapa bu.”
“memang pada kemana?”
“Papa tugas di luar kota sementara Mama nganter Romi chek up ke rumah sakit.”
“Oh… ya.. ya.. Romi hari ini nggak kelihatan.”
“sebaiknya kamu pulang dan istirahat di rumah..” kata salah satu guru favorit gue
“di rumah nggak ada siapa-siapa bu.”
“memang pada kemana?”
“Papa tugas di luar kota sementara Mama nganter Romi chek up ke rumah sakit.”
“Oh… ya.. ya.. Romi hari ini nggak kelihatan.”
Gue dipaksa Lulu pulang. Di rumah tidak ada orang sama sekali bahkan
mbok Nah lagi ke pasar. Pintu semua di kunci dan kali ini sakit perut
gue nggak tertahan lagi hingga gue tiba-tiba nggak sadar diri.
Gue berada di sebuah ruangan putih nggak ada orang di sana gue
panggil Romi, tak ada jawaban. Gue panggil Mama dan Papa bahkan Lulu
juga tak ada jawaban sama sekali. Tiba-tiba gue dengar ada yang
menangis. Dan gue tersadar, gue berada di rumah sakit.
Gue di rumah sakit dengan alat-alat rumah sakit di tubuh gue. Mama
bilang kalau gue sempat koma dan bahkan gue sempat nggak bernapas.
“Rama lo sempat bikin gue takut.” Kata Romi sedih
“emang gue kenapa?”
“lo sakit parah gue nggak tau terus tiba-tiba kemarin lo nggak bernapas.”
“udahlah sekarang gue udah nggak kenapa-napa kan?”
“huh…”
“lo nangis? Masa’ atlet nangis”
“siapa yang nangis?”
“lo lah… eh, Lulu mana?”
“hmmm…” raut mukanya berubah
“Lulu mana?”
“lo tau kan kalau lo habis operasi hati. Hati yang ada di tubuh lo… itu … hati Lulu.”
“maksud lo?”
“saat Lulu mau ke rumah sakit tempat gue chek up dia mengalami kecelakaan lalu Lulu mendonorkan hatinya buat lo. Dia titipin ini buat lo.” Romi memberikan sebuah kotak dari Lulu
“Rama lo sempat bikin gue takut.” Kata Romi sedih
“emang gue kenapa?”
“lo sakit parah gue nggak tau terus tiba-tiba kemarin lo nggak bernapas.”
“udahlah sekarang gue udah nggak kenapa-napa kan?”
“huh…”
“lo nangis? Masa’ atlet nangis”
“siapa yang nangis?”
“lo lah… eh, Lulu mana?”
“hmmm…” raut mukanya berubah
“Lulu mana?”
“lo tau kan kalau lo habis operasi hati. Hati yang ada di tubuh lo… itu … hati Lulu.”
“maksud lo?”
“saat Lulu mau ke rumah sakit tempat gue chek up dia mengalami kecelakaan lalu Lulu mendonorkan hatinya buat lo. Dia titipin ini buat lo.” Romi memberikan sebuah kotak dari Lulu
Gue menangis dan sedih ketika tau bahwa salah satu orang yang gue
sayangi telah pergi lebih baik lebih dulu setelah kondisi gue lebih baik
gue pergi ke makam Lulu. Walau berat tapi gue harus kuat melepas Lulu
pergi. Dan gue akan menjaga apa yang telah Lulu berikan.
The End
Cerpen Karangan: Vixia Ariestya a.k.a Tyas
Facebook: Vixia Ariestya Dwi Andharista
Facebook: Vixia Ariestya Dwi Andharista
No comments:
Post a Comment