Waktu semakin cepat berlalu. Itulah rangkaian kata kata yang
membebani pikiran Lisa saat ini. Lisa adalah siswa yang sedang duduk di
kelas satu SMP. Kebetulan hari ini Lisa genap berumur 13 tahun. Ia hanya
bisa berharap dengan bertambahnya usianya bertambah juga kebijakan
dalam memilih apapun dan semoga bisa membahagiakan kedua orang tuanya.
Ia selalu berharap ingin melihat kebanggaan dan kebahagiaan yang
terpancar dari wajah ayahnya. Meski ia tahu bahwa itu hanya mimpi. Ayah
Lisa meninggal dunia setahun yang lalu karena penyakit stroke yang
dideritanya. Tetapi keadaan ini tidak membuat Lisa dan ibunya terpuruk
dan larut dengan kesedihan. Mereka justru berusaha tabah dan tawakal
menerima suratan takdir dari Sang Ilahi Robbi. Lisa juga begitu bangga
dengan ibunya. Karena ibunya dapat memerankan dua peran sekaligus, yaitu
menjadi ayah dan ibu walaupun belum sempurna tetapi Lisa tetap bangga
kepadanya.
Pagi yang cerah, matahari bersinar sangat bersahabat. Pagi ini
sebelum Lisa berangkat sekolah ibunya tak lupa mengucapkan selamat ulang
tahun kepadanya.
“selamat ulang tahun, Nak” kata ibu sambil memeluk Lisa.
“terima kasih, Bu. Ulang tahunku kali ini sangat berbeda. Tiada lagi senyuman manis dari Ayah” kata Lisa dengan wajah yang murung.
“ini..” sambil memberikan sebuah gelang.
“apa ini, Bu?” tanya Lisa.
“ini gelang untukmu. Sebelum ayahmu meninggal ia berpesan pada ibu untuk memberikan gelang ini padamu ketika kamu genap berusia 13 tahun. Ternyata jauh-jauh hari ayahmu telah mempersiapkan itu untukmu.”
“aku pasti akan menjaga gelang ini baik-baik”
“maafkan, Ibu. Ibu tidak bisa memberimu apa-apa”
“ibu tidak perlu meminta maaf padaku. Cukup sisipkan namaku dalam doa ibu”
“kamu memang anak yang baik Lisa”
“ibu kan pernah bilang, mensyukuri nikmat yang ada akan lebih membahagiakan dari pada sibuk dengan keinginan yang belum tentu bermanfaat untuk kita”
Setelah itu, Lisa pamit kepada ibunya untuk berangkat sekolah.
“selamat ulang tahun, Nak” kata ibu sambil memeluk Lisa.
“terima kasih, Bu. Ulang tahunku kali ini sangat berbeda. Tiada lagi senyuman manis dari Ayah” kata Lisa dengan wajah yang murung.
“ini..” sambil memberikan sebuah gelang.
“apa ini, Bu?” tanya Lisa.
“ini gelang untukmu. Sebelum ayahmu meninggal ia berpesan pada ibu untuk memberikan gelang ini padamu ketika kamu genap berusia 13 tahun. Ternyata jauh-jauh hari ayahmu telah mempersiapkan itu untukmu.”
“aku pasti akan menjaga gelang ini baik-baik”
“maafkan, Ibu. Ibu tidak bisa memberimu apa-apa”
“ibu tidak perlu meminta maaf padaku. Cukup sisipkan namaku dalam doa ibu”
“kamu memang anak yang baik Lisa”
“ibu kan pernah bilang, mensyukuri nikmat yang ada akan lebih membahagiakan dari pada sibuk dengan keinginan yang belum tentu bermanfaat untuk kita”
Setelah itu, Lisa pamit kepada ibunya untuk berangkat sekolah.
Kesabaran, kebijakan, dan pengorbanan ibunya dalam menghidupinya
seorang diri menjadi inspirasi bagi Lisa untuk menghadapi masalah yang
telah menantinya. Karena selama kita hidup selama itu pula kita
menghadapi masalah. Jika ada orang yang tidak mau memiliki masalah sama
saja ia ingin menutup matanya untuk selama-lamanya. Itu juga kata-kata
yang sering terucap dari mulut ibunya.
Sembilan kilo meter harus ditempuh Lisa untuk sampai di sekolahnya.
Cuaca cerah yang bersahabat membuat Lisa semakin kencang mengayuh
sepedanya. Tetapi sepertinya ada yang mengganjal di hati Lisa.
Akhir-akhir ini sifat teman-temannya banyak yang berubah. entah apa
kesalahan ang telah Lisa perbuat. Padahal selama ini Lisa selalu berpkir
sebelum bertindak. Tetapi ia menyadari bahwa tiada manusia yang
sempurna, semua manusia asti mempunyai keselahan termasuk Lisa. Ia hanya
bisa berharap semoga teman-temannya bisa memaafkan keselahannya.
Sesampai di sekolah Lisa langsung memasuki kelas. Jantung Lisa serasa
berhenti berdetak. Tiada seorang pun yang berada di kelas. Saat ini
kelas bagaikan pemakaman yang gelap, sunyi dan sepi. Bulu kuduk Lisa
mulai merinding. Ia pun mencoba berlari keluar dari kelas. Akan tetapi
entah apa yang terjadi, kakinya terasa berat untuk diangkat sepertinya
ada yang menahan kakinya. Tapi siapa? Bukankah di sini tidak ada orang
selain Lisa. Ia sekarang tak punya nyali untuk melihat ke belakang dan
melihat siapa sebenarnya yang menahan kakinya. Kini yang bisa ia lakukan
hanya berteriak dan terus berteriak agar ada orang yang mendengarkan
suaranya. Tanpa terasa perlahan air mata mula menetes dan mulai
menggenangi pipinya yang chabi. Ia hanya memikirkan kejadian-kejadian
buruk yang menimpanya jika ia tidak segera keluar dari sini.
Tiba-tiba lampu mulai menyala, dan terdengar suara serentak dengan
ucapan “selamat ulang tahun, Lisa”. Ternyata suara itu adalah suara
teman-teman Lisa yang telah merencanakan ini jauh-jauh hari. Sebagian
besar teman-temannya memberikan kado padanya. Tanpa sengaja Ricky
temannya, melihat gelang yang indah dan melingkar di tangan Lisa. Ricky
adalah teman sekelas Lisa yang sangat jahil. Hampir semua temannya ia
jahili tak ketinggalan Lisa. Dengan sengaja lucky menyenggol Lisa dan
membuat Lisa terjatuh. saat ia jatuh, Ricky segera mengambil gelangnya
dan ketika ia ingin mengambilnya Ricky justru melempar gelangnya ke arah
Lucky. Itu pun berlangsung cukup lama. Ketika Lisa berhasil merebut
gelangnya dari Lucky, Ricky justru berusaha mengambilnya kembali. Hingga
gelang itu menjadi rebutan mereka berdua. Ricky tetap berusaha keras
mempertahankan gelang itu pada genggamannya. Hingga tak disangka gelang
itu putus. Lisa tak lagi bisa menahan amarahnya. Ia kecewa pada Ricky
dan Lucky, karena mereka telah menghancurkan gelang pemberian ayahnya.
Tet… tet… tet… tet…
Bel berbunyi panjang tanda kegiatan di sekolah telah usai. semua anak-anak langsung berlari pulang. Tetapi tidak untuk Lisa. Melihat Liss kebingungan mencari salah satu manik-manik yang hilang, Ricky dan Lucky merasa iba. Ketika Ricky ingin menghampiri Lisa, ia merasa kakinya menginjak sesuatu. Ternyata benda yan diinjaknya adalah manik-manik yang sedang dicari Lisa. Ricky akhirnya memberikan manik-manik itu pada Lisa dan meminta maaf.
“maafin kami, ya” kata Ricky
“kami tidak bermasud membuatmu sedih” kata Lucky
“kalau hanya bicara itu memang mudah, tetapi coba kalan yang ada di posisiku” Jawab Lisa
“kami mengerti perasaanmu, mungkin jika kami yang berada di posisimu pasti kami akan melakukan hal yang sama” kata Ricky
“kalian tak kan pernah engerti perasaanku! Asal kalian tahu gelang ini pemberian dari Ayahku dan hanya ini yang aku punya” jawab Lisa dengan nada tinggi
“berapa sih harganya? Gelang murahan seperti itu saja diributkan. Masih mending aku mau minta maaf.” Kata Lucky dengan angkuh.
“memang ini gelang murahan bagi kalian tetapi ini sangat berharga bagiku!” Lisa pun segera meninggalkan tempat itu. Ricky sangat kecewa dengan perkataan Lucky pada Lisa mereka pu bertengkar hebat.
Bel berbunyi panjang tanda kegiatan di sekolah telah usai. semua anak-anak langsung berlari pulang. Tetapi tidak untuk Lisa. Melihat Liss kebingungan mencari salah satu manik-manik yang hilang, Ricky dan Lucky merasa iba. Ketika Ricky ingin menghampiri Lisa, ia merasa kakinya menginjak sesuatu. Ternyata benda yan diinjaknya adalah manik-manik yang sedang dicari Lisa. Ricky akhirnya memberikan manik-manik itu pada Lisa dan meminta maaf.
“maafin kami, ya” kata Ricky
“kami tidak bermasud membuatmu sedih” kata Lucky
“kalau hanya bicara itu memang mudah, tetapi coba kalan yang ada di posisiku” Jawab Lisa
“kami mengerti perasaanmu, mungkin jika kami yang berada di posisimu pasti kami akan melakukan hal yang sama” kata Ricky
“kalian tak kan pernah engerti perasaanku! Asal kalian tahu gelang ini pemberian dari Ayahku dan hanya ini yang aku punya” jawab Lisa dengan nada tinggi
“berapa sih harganya? Gelang murahan seperti itu saja diributkan. Masih mending aku mau minta maaf.” Kata Lucky dengan angkuh.
“memang ini gelang murahan bagi kalian tetapi ini sangat berharga bagiku!” Lisa pun segera meninggalkan tempat itu. Ricky sangat kecewa dengan perkataan Lucky pada Lisa mereka pu bertengkar hebat.
Ketika ibu sedang menyiapkan makan siang, tiba-tiba Lisa datang
dengan air mata yang tak henti menetes. Lisa akhirnya menceritakan
semuanya kepada ibunya.
“kamu tidak boleh seperti itu! Ibu yakin mereka tidak sengaja”
“kenapa ibu jadi membela mereka? Ibu tidak merasakan apa yang aku rasakan”
“kamu salah, ibu merasakan apa yang kamu rasakan. Kalau ibu di posisimu pasti ibu akan memaafkan mereka.”
“tapi kenapa, Bu?”
“karena mencari sahabat seperti mereka itu sangat sulit berbeda dengan mencari musuh”
“Yang harus kamu ingat sahabat itu takkan sirna oleh amarah dan sahabat itu sedetik di mata selamanya di jiwa”
“aku baru mengerti arti sahabat yang sesungguhnya. Seharusnya aku bisa menahan amarahku”
“air tak selau jernih begitu pula perbuatan mereka padamu”
“iya bu, aku berjanji akan meminta maaf pada mereka. Terima kasih, Bu telah Mengajarkanku arti persahabatan”
Ibu hanya bisa tersenyum dan memeluk Lisa.
“kamu tidak boleh seperti itu! Ibu yakin mereka tidak sengaja”
“kenapa ibu jadi membela mereka? Ibu tidak merasakan apa yang aku rasakan”
“kamu salah, ibu merasakan apa yang kamu rasakan. Kalau ibu di posisimu pasti ibu akan memaafkan mereka.”
“tapi kenapa, Bu?”
“karena mencari sahabat seperti mereka itu sangat sulit berbeda dengan mencari musuh”
“Yang harus kamu ingat sahabat itu takkan sirna oleh amarah dan sahabat itu sedetik di mata selamanya di jiwa”
“aku baru mengerti arti sahabat yang sesungguhnya. Seharusnya aku bisa menahan amarahku”
“air tak selau jernih begitu pula perbuatan mereka padamu”
“iya bu, aku berjanji akan meminta maaf pada mereka. Terima kasih, Bu telah Mengajarkanku arti persahabatan”
Ibu hanya bisa tersenyum dan memeluk Lisa.
Cerpen Karangan: Mutiara Devit Merlinda
Facebook: Mutiara Devit
Facebook: Mutiara Devit
nama: mutiara devit merlinda
sekolah: SMPN 1 NGADILUWIH, KEDIRI
sekolah: SMPN 1 NGADILUWIH, KEDIRI
No comments:
Post a Comment